Minggu, 07 April 2013

Bioetanol dan Air Urin Pengganti BBM


o


Era globalisasi menuntut manusia untuk berpikir cerdas dalam melakukan inovasi-inovasi yang dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Tak terkecuali inovasi dalam pemanfaatan bahan-bahan pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang belakangan harganya terus melambung di pasaran dunia.

gambar 1.1

Salah satu yang dikedepankan adalah penggunaan bioetanol, sebuah bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari bahan-bahan bergula atau berpati, seperti tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalar, dan tumbuhan lainnya. Bioetanol yang berasal dari bahan-bahan bergula, termasuk yang berkualitas terbaik di dunia.

Indonesia, melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mencoba menerapkan inovasi tersebut dengan melakukan pembudidayaan tanaman sorgum. Sebagai tanaman serealia (biji-bijian), sorgum memiliki manfaat yang multiguna. Selain bijinya digunakan sebagai bahan pangan, batang dan daunnya untuk pakan ternak, gula yang terkandung dalam biji (karbohidrat) atau cairan/jus/nira batang (sorgum manis) pun dapat diproses menjadi etanol (bioetanol).

"Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomassa yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu. Adaptasi sorgum pun jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal," kata Kepala Pusat Inovasi LIPI, Bambang Subiyanto, di Cibinong, Bogor, Rabu (13/2).

Sebagai tahap awal, lanjut Bambang, LIPI akan menggunakan lahan kosong seluas 1 hektare (ha) yang terletak di kawasan riset mereka yang berada di daerah Cibinong, Bogor. Luas ini akan bertambah seiring dengan kesuksesan penanaman sorgum.

"Selanjutnya, untuk tahun ini, sorgum akan ditanam di sejumlah wilayah di Indonesia atas kerja sama dengan PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) pada areal 1.000 ha, antara lain di Lampung, Surabaya, Sulawesi, dan Yogyakarta dengan produksi 100 ton/ha/tahun," jelas Bambang dengan antusias.
Dalam rangka mengoptimalkan industri bioetanol, diperlukan lahan untuk perkebunan sorgum manis yang luas. Pertanaman harus dilakukan sepanjang tahun, dan sebaiknya tidak memanfaatkan lahan-lahan yang merupakan lahan pertanaman pangan.

Dengan asumsi produktivitas sorgum dalam menghasilkan bioetanol sebesar 2.000?3.500 liter/ha/musim tanam atau 4.000?7.000 liter/ha/tahun (di Indonesia bisa tanam dua musim), untuk menghasilkan 60 juta kiloliter per tahun bioetanol akan diperlukan lahan seluas 15 juta ha.

Tetapi mennurut saya “walapun bioetanol sudah dikembangkan namun ituh semua membutuhkan dana yang besar dalam penanaman, perawatan sorgum tersebut. Namun ada satu lagi bahan yang nantinya bisa menggantikan BBM, yaitu air mani.

gambar 1.2

 pada tahun 2006,  Awal untuk mengambil kekuatan si kuning, mereka telah mengembangkan teknologi yang dapat memisahkan air dari urin di toilet. Teknologi ini dikembangkan Dr. Jac Wilsenach. Gelar doktornya dia dapat dari Universitas Delft.
Kita harus melihat urin sebagai sumber daya ketimbang limbah, begitu kata Wilsenach yang kini bekerja sebagai peneliti senior CSIR Natural Resources and Environment.
Menurut dia, sebagai limbah kebanyakan urin mengandung 80 persen nitrogen, 50 persen fosfat, dan 70 persen potasium. Untuk memisahkan zat-zat itu dari air urin diperlukan toilet pemisah khusus. Maka, dia pun menciptakan toilet spesial yang diberi nama NoMix. Kendalanya, untuk mendapat bahan baku urin segar, jutaan rumah harus dibuat untuk mengganti toilet lama mereka dengan Nomix. Ini tentu bukan pekerjaan mudah.
Wilsenach tak hilang akal. Bekerja sama dengan pemerintah lokal, dia akan memasang NoMix di tempat-tempat umum: di blok perkantoran, sekolah, mal, dan bandara. Di area publik itu urin melimpah ruah, dan selama ini terbuang percuma. Dari situlah terbuka lebar untuk memproduksi energi alternatif dari urin jadi terbuka lebar.

Berita dahsyat itu pertama kali disiarkan oleh Radio Nederland.  Para ilmuwan Negeri Oranye telah berhasil menguji kekuatan si air kuning. Kabarnya, hasilnya amat menjanjikan.

Adalah Universitas Teknologi Delft dan lembaga penelitian DHV yang mengembangkan teknologi pemrosesan urin ini. Baru-baru ini, mereka berhasil mendaftarkan paten temuan ini di China, Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Eropa. Kami memproses urin yang dikumpulkan secara konvensional dan kimiawi, kata Andreas Glesen, Manajer Inovasi DHV Research.

Menurut Thiss Westerbeek, jurnalis Radio Nederland di Belanda, bahan bakar urin ini telah memasok energi setara 110 ribu Megawatt di 30 ribu rumah atau seluas satu kota kecil. Jika produksi urin ditingkatkan, para periset memprediksi daya yang dipasok bisa digenjot hingga lima kali lipat untuk jumlah rumah yang sama. Dan ini yang terpenting, tak cuma bisa dipakai untuk memasak, energi kuning ini dapat digunakan sebagai BBM alternatif untuk menggerakkan mobil bertenaga listrik.

Proses mengubah urin menjadi sumber energi alternatif ini cukup sederhana. Air seni mengandung senyawa amonia. Jika dipanaskan secara perlahan, urin akan berubah menjadi gas amonia. Gas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel bahan bakar (fuel cell), sejenis generator, dan kemudian digunakan untuk memproduksi energi lisrik.

Jika pasokan urin dijaga selalu tersedia, energi listrik pun bisa diproduksi terus-menerus, setiap saat. Inilah keunggulan teknologi ini dengan energi yang dikonversi dari angin dan matahari, yang amat bergantung pada kondisi alam.

Sudah begitu, bahan sisa pemrosesan urin, asam fosfat, juga bisa digunakan untuk membuat pupuk urea yang tak berbahaya karena tak mengandung bahan kimia.

Amerika Serikat
Diam-diam, teknologi ini tak hanya dikembangkan di Belanda, tapi juga di sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Meksiko, dan Skotlandia.

Di Amerika Serikat, pelopornya adalah Profesor Gerardine Botte dari Universitas Ohio. Pada tahun 2009, ia melihat ada tiga kelemahan dalam bahan bakar fosil. Pertama, tidak bisa atau sulit diperbarui. Kedua, proses eksplorasinya butuh biaya besar. Dan ketiga, emisi gasnya terbukti menyebabkan peningkatan pemanasan global.

Dia juga melihat kelemahan bahan bakar hayati (bio-fuel). Sebab, di masa depan ini akan menyebabkan perebutan antara kebutuhan akan makanan dan bahan bakar.

Maka, dia pun melirik urin. Dia melihat kemungkinan urin menjadi sumber energi masa depan buat kendaraan berbahan bakar hidrogen.

Botte melihat urea adalah zat terbanyak di urin. Urea itu merupakan sumber potensial untuk dikonversi jadi hidrogen. Lantas, dia memanfaatkan teknologi elektrolit untuk menghasilkan hidrogen dari air seni. Setiap molekul urin mengandung empat atom hidrogen. Jumlah ini lebih banyak dibanding hidrogen yang dikandung air. Dalam perhitungannya, seperti dikutip wired.com, mengolah hydrogen dari urin lebih efisien biayanya ketimbang dari air. Listrik yang digunakan juga hanya 0,37 volt, sementara dari air memerlukan 1,23 volt.

Urin juga melimpah. Saban hari setiap orang mengeluarkan urin sebanyak 0,9 sampai 1,5 liter per hari. Kalikan saja dengan jumlah penduduk dunia yang berkisar 7 miliar. Dengan demikian, tersedia 7 miliar liter urin segar setiap hari untuk dikonversi menjadi hidrogen.

Kini, Botte tengah difasilitasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk membuat kendaraan tempur ringan berbahan bakar hidrogen dari urin. Dengan demikian, tentara di lapangan bisa membawa BBM-nya sendiri, kata Botte seperti dikutip Discovery News. Itu bukan guyonan, karena memang bisa jadi persoalan serius di medan perang yang sulit, seperti gurun atau hutan.

DAFTAR PUSTAKA :
Penggunaan Bioetanol sebagai pengganti BBM, dikutip dalam blog pribadi abarky:

penggunaan urin sebagai pengganti BBM dikutip dalam blog pribadi Putra Zulfitriansyah:

gambar 1.1, diambil dari blog pribadi norman phalevi, pada maret 2013:

 gambar 1.2 diambil pada maret 2013 :